Family Project Day 2: Belajar Hijaiyyah dari Video – Mungkin masih ingat tulisan saya kemarin untuk Family Project di hari pertama. Karena sampai hari ini kami belum menemukan TPA/TPQ yang bisa menerima Salfa belajar, maka saya mencoba menjadikan gadget sebagai media belajar kali ini. Memang sih bakalan berisiko Salfa akan ketagihan. Namun, sebelum mencoba tentu tidak akan diketahui hasilnya, bukan? Makanya saya meminta dukungan suami untuk satu ini.
Nama Proyek: Belajar Hijaiyyah dari Video
Langkah Awal: Searching Channel di Youtube (sudah dilakukan sejak Kamis malam)
Pelaksanaan: Jumat, 11 Agustus 2017
Lokasi: Rumah
Waktu: Jam 10.00-12.00 WIB
Saya sengaja memberikan pada jam 10 pagi dengan alasan di pagi hari semangat Salfa masih sangat besar bahkan aktif sekali. Daripada ngalor ngidul membawa mainannya dan berceloteh yang kadang tidak jelas maksudnya, saya mengarahkan untuk mengenal Hijaiyyah via video.
Aspek Komunikasi Produktif
Saya hanya mengatakan: “Salfa, ini Diva-Pupus (tokoh yang memperkenalkan huruf Hijaiyyah di video) lagi ngapain ya?” untuk memancing dan mengubah fokus perhatiannya. Awalnya hanya dilihat saja, namun lama-kelamaan ada kalimat-kalimat yang terlontar dari mulutnya sembari mengikuti apa yang diucapkan dalam video.
Aspek Kemandirian
Salfa sudah bisa mengganti video satu ke video yang lain dengan menggerakan jari sebagai kursor untuk menekan melihat ragam video lainnya (lanjutan video). Karena dalam satu video hanya mengulas 2-3 huruf Hijaiyyah saja.
Aspek Kecerdasan
Salfa sudah bisa meniru pengucapan huruf dengan jelas. Meski masih sedikit terbata-bata.
Aliran Rasa
Mengajak Salfa belajar huruf Hijaiyyah lewat video, apalagi pakai smartphone butuh kesabaran. Karena terkadang Salfa nyeletuk seperti ini:
“Nda, Salfa mau lihat Upin Ipin saja deh. Ngaji-nya kan nggak boleh sama Bu Guru.”
Ya, sejak kejadian kemarin, Salfa sudah memiliki semangat tinggi mengaji tetapi diperhadapkan dengan kekecewaan (red: disuruh pulang karena tidak diterima belajar mengaji dengan usia yang masih 3 tahun), Salfasepertinya memiliki trauma tersendiri. Dan ini menjadi PR baru buat saya agar mengembalikan semangat belajar itu lagi.
“Nanti Salfa belajar ngaji juga di TPA.”
“Ngaji-nya dimana Nda? Salfa tidak disuruh pulang lagi?”
Tetiba saya speechless…