Jangan Sedih Jika Anak Tidak Mau Masuk Pesantren

Pesantren dan Anak

Sudah setahun ini diskusi soal pesantren masih sering saya lakukan dengan anak sulung. Sebenarnya alasan utama untuk memasukkan ke sekolah pesantren karena harapan bisa belajar agama dengan baik di sana. Pasalnya kami sebagai orang tua sadar juga fakir ilmu untuk mendidik sehingga butuh bantuan pihak pesantren.

Namun, si sulung masih saja menolak. Alasannya cuma satu, “Tidak mau jauh dari Bunda dan Ayah.” Padahal sebenarnya ada saja pesantren yang bisa pulang ke rumah dan tidak harus menginap. Ya, mungkin karakter anak kami yang pertama ini memang sangat mudah tersentuh sehingga masih sulit berpisah.

Padahal saat kedua adiknya akan lahir, dia masih mau menginap di rumah tantenya karena mau bagaimana lagi, tidak ada yang bisa menjaga.

Nah, permasalahan pesantren ini pun saya diskusikan dengan beberapa orang ahli agama. Salah satunya ustadz yang mengajari anak kami mengaji di TPQ. Nah, beliau pun kemudian menghadirkan ustadz lain yang kemudian menjelaskan tentang Belajar Agama Tak Harus di Pesantren. 

Pesantren dan Anak

Jangan Sedih Ketika Anak Tak Ingin Masuk Pesantren!

Kalimat yang membuat saya tersadar dari ustadz tersebut adalah memaksakan kehendak ke anak di zaman sekarang, tidak akan menghasilkan kebaikan di masa depan. Anak-anak zaman sekarang sudah sangat jauh berbeda di saat zaman kita kecil dulu, khususnya yang lahir tahun 80-an.

Menjawab setiap omelan orang tua di zaman dahulu itu tidak ada yang berani. Kalau sekarang, justru ketika respon anak tidak ada, artinya anak sudah tidak respek dengan orang tuanya, waliyadzubillah. 

Makanya kata ustadz, Laa Tahzan. Masih banyak jalan belajar agama yang tidak harus di Pesantren. Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan agar anak bisa belajar agama tanpa dipaksa tetapi justru menyenangkan bagi anak.

Jadi Contoh Dulu Buat Anak

Ingin anak salat lima waktu on time tetapi orang tuanya sering menunda apalagi sering kebablasan tidur sehingga lewat? Oh, tidak. Anak itu peniru ulung. Nasib baik anak tidak berargumen ketika diminta salat. Kalau sudah berargumen, rasanya akan nyelekit bagi orang tua. Jadi, berikan contoh lebih dulu.

Ketika Anak Menghafal, Orang Tua Juga Hafalan Dong!

Siapa yang sudah menghafap Juz 30 atau Juz Amma? Berapa banyak orang tua yang anaknya bisa tetapi diri sendiri belum hafal? Banyak pastinya.

Nah, sebisa mungkin orang tua juga hafal sehingga ketika melakukan aktivitas muroja’ah hafalan, anak merasa didukung sepenuh hati. Dalam benaknya si anak pastinya akan mengatakan “Beruntung sekali saya karena orangtua juga ikut menghafal seperti saya. Orangtua sangat mendukung saya.”

Jika sudah begitu, anak akan makin semangat menghafalkan bahkan dengan durasi waktu yang juga akan lebih cepat dari target biasanya.

Sering Ajak Salat di Masjid yang Berbeda

Ini juga cara mengajarkan agama yang unik. Bahkan tidak membuat anak bosan karena bisa tahu berbagai jenis masjid di sekitar kota dengan kebiasaan orang sekitar. Dari situ anak jadi banyak pengalaman. Bahkan bisa melihat dan belajar interior masjid yang sering digunakan dengan berbagai alasannya tersendiri.

Liburan ke Pesantren, Bukan ke Tempat Hiburan

Kata ustadz, ini alternatif. Bukan sebuah kewajiban. Namun, memperkenalkan anak-anak dengan kehidupan pesantren sebelum mereka masuk tentu jadi lebih membuka wawasan anak. Bisa jadi ketakutan yang ada di benak anak bisa terpatahkan setelah melihat kehidupan anak-anak pesantren.

Namun, pastikan anak juga enjoy. Jika tetap membuat anak tidak nyaman, jangan dipaksakan.

***

Well, jangan bersedih ketika anak keukeuh tidak mau jadi santri karena anak yang dipaksa tidak akan bahagia menjalani pendidikan. Tak hanya di pesantren, sekolah umum pun akan sama. Makanya anak selalu diajak diskusi dan diberikan wawasan sekaligus melihat sejauh mana opini dan pendirian anak ketika dihadapkan dengan keputusan hidupnya.

0 Shares:
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

You May Also Like