Libur tlah tiba
Libur tlah tiba
Hatiku gembira
***
Jujur saja, mendengar lagu itu dulu waktu kecil bikin saya sedih, bukan gembira. Kalau anak-anak lain sih iya semua bahagia. Saya pun masih ingat waktu SD betapa girangnya teman-teman kala itu. Sambil bersorak dari lantai dua dan mengatakan kalau libur waktunya mewujudkan wisata keluar kota.
Namun, saya sendiri justru merasa libur adalah kondisi yang paling membawa pada rutinitas yang tidak disukai. Cuci piring 3x sehari, cuci baju bahkan ngepel harus dilakukan oleh saya jika tidak masuk bersekolah. Alasan orang tua karena selama ini di sekolah dan pekerjaan itu dilakukan oleh mama semuanya, untuk itu saya diminta gantian. Meringankan beban kerja mama
Lalu waktu terasa sangat lambat berlalu. Aktivitas membosankan menghantui setiap hari. Bahkan saya harus bersusah-payah mengajak adik-adik agar ikut serta membantu di dapur meski mereka laki-laki. Kata saya, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Satu susah, semua susah. Satu bahagia, semua harus bahagia.
Sekarang… kondisi saya yang sudah punya anak tiga semuanya memberikan semacam reminder bahwa libur sudah menjelang dan tentunya liburan keluar kota adalah reward yang diminta. Saya yang waktu itu setuju ternyata mendapat omelan dari mama karena saya jarang ikut main-main di rumput, kejar-kejaran dan masih banyak lagi kegiatan yang tidak akan saya lakukan jika bermain hape saja.
Senangnya karena sekarang alternatif liburan sudah banyak sekali. Mau wisata murah meriah pun ada banyak pilihan. Pertanyaan selanjutnya adalah liburan seperti apa yang diinginkan anak. Kalau ini pasti jawabannya berbeda-beda karena tergantung dengan usia anak dan apa yang menjadi trend di kalangan anak.
Ya, anak sulung minta liburan keluar kota karena temannya ada yang demikian. Namun, apakah saya harus setuju? Oh tentu tidak. Sesuaikan budget yang ada dan tidak memaksakan. Khawatirnya pulang liburan malah migrain atau mungkin sesak nafas karena kondisi makin sulit. Untuk itu, perlu pendekatan dengan anak, memang. Didiskusikan dengan baik tanpa ada yang merasa diintimidasi.
“Mbak, liburan di Surabaya saja karena sudah banyak spot menarik.”
“Yaaah… kok enggak ke Malang?” Nada sedikit kecewa.
“Tahun ini dana ayah dan bunda terpakai mudik hari raya lalu. Sabar ya, Nak. Kita akan liburan juga kalau sudah waktunya ada dana ya.”
Saat bilang demikian, saya jadi ingat ada kota Bandung yang belum kujamah sejak SD. Namun, sampai saat ini budget buat ke sana selalu saja terpakai.
***
Well, terima kasih selalu saya ucapkan untuk teman-teman di media sosial atas saran dan inspirasi liburan murah meriah bahkan low budget sehingga anak-anak bisa tetap berlibur. Meskipun sangat percaya banyak yang menyayangkan langkah saya dengan membaca situasi dan kondisi saat ini.
Liburan OKE saja, ASALKAN tidak UTANG kemana-mana…