Anak adalah karunia Allah Azza wa Jalla yang tiada ternilai harta benda dunia. Kehadirannya merupakan amanah terbesar yang diberikan pada setiap manusia yang berpredikat “orang tua”. Amanah yang senantiasa harus dirawat, dijaga dan dididik dengan hal-hal yang baik dan sesuai dengan tuntunan agama.
Mungkin pernah mendengar pepatah, Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Hal ini menggambarkan bagaimana betapa sikap dan sifat anak sangat dipengaruhi oleh kedua orang tua. Sebab, orang tua adalah sosok pertama yang dilihat sejak lahir ke dunia. Dan orang tua menjadi “sekolah” pertama bagi anak dalam mengetahui segala hal tentang dunia ini. Baik atau buruk sikap dan sifat orang tua, sedikit banyaknya juga akan dimiliki sang anak. Untuk itu, menjadi orang tua yang baik juga perlu dilakukan setiap saat.
Hal ini jugalah yang menjadi alasan saya dan suami untuk menanamkan ajaran-ajaran agama sejak dini. Memang, usia anak kami, Salfa Althafunnisa Santoso, masih 6,5 bulan. Namun, itu bukan menjadi alasan untuk menunggu sampai usia yang cukup dalam pemahaman. Bahkan sejak dalam kandungan, nilai-nilai agama sudah diperkenalkan lewat kami sebagai orang tua, khususnya saya sebagai Ibunya.
Memperkenalkan al Qur’an adalah salah satu cara kami yang pertama dalam menanamkan agama pada si kecil, Salfa. Sejak dalam kandungan, saya selalu membiasakan melakukan tadarrus bahkan muroja’ah hafalan yang telah saya hafal sebelumnya. Dengan begitu, secara tidak langsung suasana yang selalu dirasakan bayi sejak dalam kandungan adalah lantunan ayat- ayat suci al Qur’an.
Setelah si kecil lahir, pendengarannya pun semakin diasah. Setiap selesai shalat shubuh dan sebelum tidur malam, saya mengusahakan untuk rutin mengajaknya berbicara. Bukan dengan kalimat-kalimat biasa saja, tetapi dengan surah-surah pendek yang ada di dalam al Qur’an, seperti Al Fatihah, Al Ikhlas dan yang lainnya. Saya pun kemudian membuat target bahwa setiap surah akan diganti setiap pekannya. Misalnya, jika pekan pertama mengajarkan surah Al Fatihah, maka pekan kedua Surah An Naas, begitu seterusnya sampai selesai satu juz (Juz 30).
Saya sangat yakin, dengan kebiasaan tersebut si kecil akan terbiasa dan telinganya akan makin akrab dengan al Qur’an. Bahkan tidak tertutup kemungkinan akan ikut menghafalkan semua surah tersebut dengan sendirinya. Tetapi, lagi-lagi semua itu bisa terwujud dengan ketelatenan semata dan memohon bantuan Allah Azza wa Jalla agar istiqomah dan dimudahkan selalu dalam melakukannya. Sebab, tidak bisa saya pungkiri, rasa malas kadang menjadi hal yang harus dilawan. Cita-cita akan ke Surga bersama menjadi motivasi dan semangat tersendiri bagi saya dan suami.
Saat ini, Salfa hanya bisa mendengar dan memperhatikan saja terhadap apa yang saya lakukan. Saya sudah sangat terhibur dan bahagia jika kebiasaan memperdengarkan ayat-ayat suci al Qur’an diterima baik oleh si kecil. Sikapnya yang menjadi lebih tenang saat mulai melakukan rutinitas pembacaan surah tersebut, sungguh hal yang sering membuat titik-titik air mata berlinang di pelupuk mata. Ada harapan besar tersendiri atas kecintaanya terhadap al Qur’an. Dengan jalan ini saya sangat berharap Allah Azza wa Jalla telah mempersiapkan tiket buat kami ke surga. Hafizhah?! Why not… ?