“Wah, selamat ya mbak. Juara lomba nih ye.” Ucap saya pada anak sulung yang memang masuk Grand Final lomba mata pelajaran bahasa Inggris. Namun, belum ada kabar kapan Grand Final. Setidaknya tahu bulan tetapi ini tidak sama sekali.
Akhirnya saya pun bilang kalau lomba akan rehat sejenak dulu karena anak kedua meminta untuk lebih banyak waktu. Dan memang tingkat perkembangan anak kedua dan anak pertama berbeda. Bukan untuk membedakan tetapi seperti itulah nyatanya.
Semua punya keunikan.
Namun, saya tergelitik dengan anak pertama yang setiap kali ikut lomba, mayoritas menang terus, entah juara 2 atau 3 bahkan sesekali juara 1.
Seiring dengan laju pertumbuhan, maka saya dibuat shock anak pertama yang mengatakan pada temannya seperti ini:
“Makanya ikut lomba, jangan malas. Soal-soal Limpiade bakalan sering dibahas.” Ucap anak pertama pada seorang temannya.
Nah, kalau anak sudah seperti ini, maka identik dengan sombong sudah pernah serta api kecemburuan biasanya menjadi pemicu riak-riak ombak kecil dalam hubungan pertemanan.
Makanya si anak harus benar-benar diajak untuk berpikir law of attraction bahwa apa yang kita cari semata-mata bukan karena banyak yang ikut nonton, tetapi juga melihat sudah sejauh mana perkembangan sineas muda.
Namun, dari aksi nyaris membawa upeti dimaksud, maka saya akan mencoba menjelaskan bahwa
Kalah Menang itu Rezeki
Tidak semua orang pintar menang itu karena pintarnya. Ada yang namanya rezeki dan tidak bisa ditawar menawar untuk mendapatkan rezeki seperti apa yang diinginkan. Jalannya ditunjukkan tetapi yang sampai bisa jadi orang berbeda.
Tidak adil? Justru itulah yang paling adil karena manusia makin akan seenaknya jika kemudian melakukan hal tersebut.
Jika menang alhamdulillah, kalah juga alhamdulillah diminta berusaha lagi lain kesempatan.
Tidak Punya Teman bagi Orang Sombong
Tak punya teman karena teman juga akan terganggu. Bicara sejujurnya itu enak, bagus, tetapi coba lihat seberapa jauh kejujuran akan menjauhkan kita dengan teman-teman? Maka lebih baik diselesaikan lebih dahulu baru bergabung dengan lainnya.
Kalau dianggap sombong, maka sampaikan bahwa tidak mungkin bisa ada di tempat tersebut kalau tidak dipaggil oleh teman tersebut. Bisa jadi postur tubuh tidak sesuai, jumlah salahnya dan juga gaya hidup.
Kalau sombong maka akan menjadikan diri lupa kalau ada yang memberi rezeki.
Bisa Coba Lagi Nanti
Hal biasa tetapi tidak diikutkan dengan keimanan maka akan merusak anak-anak. Semua peserta lomba ini bukan lagi anak-anak. Ketika sudah ada lomba lagi, maka harus wajib ikut latihan lagi dan coba lagi jika ada tes CSAT lagi, haha.
***
Well, mengikutkan anak lomba itu memang memberikan anak kesempatan untuk menantang diri. Setidaknya latihan mengerjakan soal-soal dengan berbagai tingkat kesulitan. Namun, ketika anak merasa sombong maka sudah seharusnya orang tua harus memperbaiki perasaan seperti ini agar tidak muncul bibit arogansi sejak dini.