Ketika Anak Takut akan Hujan

Ketika Anak Takut akan Hujan

“Bundaaa, suara apa itu?” Teriakan anak saya yang kedua ketika mendengar hujan turun di malam hari. Harusnya dia sudah tidur tetapi derasnya hujan memang bisa membuat siapa saja terbangun, termasuk saya, malam itu.

“Hujan, Nduk. Ayo ke sini. Bunda peluk.” Saya pun mengajaknya ke kamar dan mencoba membuatnya tidur kembali.

Memang awalnya berjalan lancar tetapi lama kelamaan makin terlihat anak saya ketakutan. Gelisah. Bolak balik badan terus bahkan mengeluarkan air mata tanpa suara.

“Kok nangis? Takut? Hujan itu nikmat dari Allah. Nanti coba ditanya ustazah di sekolah supaya dijelaskan juga. Biar kamu percaya.”

“Aku takut hujan bikin rumah roboh. Kita harus tidur di mana? Adek bagaimana? Ayah? Bukuku?” Celotehnya sampai nyaris semua barang miliknya disebut.

“Iya, bunda paham kamu khawatir, bukan takut. Tapi kita berdoa yuk supaya Allah ngasih hujannya penuh kebaikan.” Ucap saya malam itu.

Jujur saja ngantuk berat melanda sehingga belum mampu memberikan pelayanan maksimal kepada si kecil memaknai ketakutannya akan hujan malam itu. Saya hanya ingat, dia aku peluk sambil elus kepalanya dan berkata bahwa semua baik-baik saja. Hujannya turun karena jalanan dan rumput sedang kering kerontang. Butuh air.

***

Setelah malam itu, saya kemudian mencari cara agar ketakutan akan hujan itu pelan-pelan tidak membuat anak saya jatuh pada fobia. Bagi saya kalau sudah fobia apalagi ombrophobia alias fobia akan hujan, menyembuhkannya akan makin sulit. Sebab butuh penanganan pihak profesional.

Kemudian saya melakukan berbagai cara agar si kecil paham, diantaranya:

Membelikan Buku Bergambar dan Lucu yang Membahas Soal Hujan 

Senangnya berada di circle orang-orang yang bisa diajak diskusi soal buku. Mayoritas punya saran untuk memberikan buku apa ke anak soal hujan. Lengkap. Bahkan ada yang berupa video. Di situ pun semua kembali pada saya, mau memulainya seperti apa. Sebab karakter si kecil pun tidak bisa serta merta diinfokan. Butuh pendekatan dan butuh waktu.

Saya ajak dia membaca buku proses terbentuknya hujan. Saya berusaha read aloud sesuai kemampuan dan akhirnya si kecil bisa tertawa ketika melihat gambar titik hujan karena awannya dibuat lucu (seolah tertawa karena memberikan airnya ke bumi).

Memperlihatkan Video Soal Hujan versi Anak-Anak 

Memang perjuangan ketika menyeleksi video di Youtube yang pantas untuk anak-anak. Seringnya ada saja kalimat atau adegan yang menurut saya masih terlalu dini untuk diketahui. Namun, nyatanya ada juga yang memang edukasi. Di situ saya dampingi menonton sehingga anak bisa berpendapat sendiri.

“Wah, hujannya begini ya Bun. Sama dengan di buku yang aku baca.”

Mendengar si kecil mengatakan itu saya sudah cukup tenang. Meski setelah ketika hujan turun masih ada rasa takutnya. Ya, memang harus perlahan, bukan?

Mengajaknya Bermain Hujan 

“Mbak, bahaya lho. Hujannya gak bagus. Kandungan kimianya terlalu buruk.” Celetuk tetangga samping rumah.

Saya memang paham bahwa kualitas udara di Surabaya saat itu memang sedang buruk. Polusinya tinggi sekali jadi saya cukup membuat anak memegang air hujan saja di depan rumah sambil melihat lalu lalang tetangga gang yang keluar masuk.

Setidaknya si kecil sudah tahu rasanya memegang air hujan ternyata sama saja dengan air di kamar mandi. Meski kalau mau dibahas secara mendalam, kandungan partikel dan senyawa di dalam air hujan tentu tak sejernih air di dalam rumah.

***

Well, saya yang sudah dewasa saja sebenarnya sedikit benci dengan hujan. Bukan karena takut air dan petir. Lebih kepada ada kenangan pahit dan duka mendalam ketika hujan turun. Pengalaman itu masih sangat berbekas meski sudah 14 tahun berlalu. Mengapa saya tidak obati? Sebab itu bukan penyakit tetapi lebih kepada kecemasan dan rasa bersalah yang teramat sangat.

0 Shares:
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

You May Also Like