“Bunda, besok sudah sekolah ya?”
“Bunda, aku kok enggak bisa tidur?”
“Bun, besok enggak ada teman yang usil ‘kan?”
“Bun, besok aku gak usah ditungguin, ya.”
“Bun, aku boleh bawa bekal buah Semangka?”
***
Masih banyak lagi kalimat yang dikeluarkan dari bibir anak kedua. Semangatnya sekolah ternyata memang dibuktikan nyata tahun ini. Ya, sejak tahun lalu memang mau sekolah. Anak kedua ini selalu senang melihat kakaknya bersiap ke sekolah. Bahkan sesekali ikut mengantar atau menjemput.
Dari kebahagiaan itu kemudian meminta sekolah juga sejak tahun lalu, tetapi kami sebagai orang tua masih menganggap terlalu muda. Kami memberikan kesempatan untuk masih lebih sering bermain dengan kami di rumah. Usia 3 tahun harus didudukkan di bangku PAUD rasanya kasihan.
Memang sih ada sekolah yang menjadikan PAUD itu memang arena bermain. Tidak jauh beda dengan Tempat Penitipan Anak atau Daycare. Namun, saya dan pasangan merasakan bahwa menyekolahkan anak juga tidak hanya karena si anak bilang “mau” tetapi juga harus memperhatikan usia dan mentalnya.
Nah, tidak jarang kemudian ada teman-teman yang bertanya pola pengasuhan seperti apa sehingga anak suka belajar, mau sekolah dan tetap bersemangat setiap hari ke sekolah. Hmm, jawabannya juga cukup sulit sih karena semua tergantung dari karakter, psikologis dan pola pikir anak selama dari lahir hingga di usianya yang kita anggap sudah bisa masuk PAUD.
Pilihan orang tua mau menyekolahkan PAUD atau tidak memang semua tergantung dari cara didik orang tua juga. Kalau memang dirasa waktu sudah sangat berkurang, maka memang meminta bantuan pihak ketiga jadi solusi. Namun, ketika masih ada waktu yang bisa “dipaksakan hadir” untuk menemani anak bermain dan belajar bersama di rumah, maka itu lebih baik.
Lalu, tips supaya anak tetap semangat dan mood-nya terjaga setiap hari itu harus ngapain sebagai orang tua? Hmm, beberapa tips yang saya lakukan antara lain seperti ini:
Sounding Kebaikan Sekolah Minimal Setahun Sebelumnya
Bagi yang ingin homeschooling, melakukan sounding mengenai sekolah juga penting. Anak diberikan gambaran secara umum. Kelak akan terlihat anak akan prefer kemana. Nah, seperti anak saya ini sebenarnya minta sekolah karena “lelah” diolok keluarga besar. Makanya pola pikir anak saya pun seketika minta sekolah.
Kecewa? Hmm, tentu sebab saya sama sekali berharap bisa dilakukan dari rumah semua. TakdirNya berkata lain. Kami memang belum sanggup menerima omongan keluarga besar yang demikian.
Akhirnya, anak kami sounding bahkan lihat sekolah-sekolah yang terkenal baik fasilitas, kualitas guru dan tentunya akreditasi sekolahnya. Anak-anak pun menikmati bahkan sesekali berinteraksi dengan anak-anak yang bersekolah di tempat tersebut.
Membangunkan Anak dengan Afirmasi Positif
“Assalamu’alaikum anak shalihah. Sudah waktunya bangun. Sekolah kan ya?”
Anaknya pun meski dalam kondisi aras-arasen untuk segera bangun setidaknya di kepalanya tertanam bahwa bangun pagi ini untuk sekolah dan itu menyenangkan.
Kalau dibangunkan sambil ngomel atau marah-marah dengan menyebutkan segala macam hal berat, jangan anak, diri sendiri saja pasti sudah gak mood banget.
Buatkan Bekal Menarik dan Lucu
Buat anak TK seperti anak kedua saya, hal ini jadi kebanggaannya. Di sekolah dia bercerita kalau bekalnya dibuatkan bunda. Bahkan dari bekal itu pun menarik minat teman-temannya untuk ikut merasakan bekalnya. Berbagi tanpa harus memaksa pun bisa dibentuk dari sini.
So far, bekal anak saya pun tidak yang heboh bin mewah. Nasi dibentuk dengan aneka ragam shape, hewan dan lainnya bisa menarik minat anak secara tidak langsung untuk mau ke sekolah.
***
Well, semoga anak-anak selalu bersemangat menuntut ilmu meski memang ilmu itu tidak harus di sekolah. Setidaknya anak-anak tahu bahwa ada kehidupan yang harus disiplin dengan jam belajar dan aturan lainnya. Belajar di sekolah menyenangkan sehingga mood harus tetap on fire.
