“Bun, boleh enggak aku punya hape sendiri?”
“Hmm, memangnya dipakai buat apa?”
“Buat menghubungi teman karena di kelas 4 sudah ada proyek yang harus dikerjakan.”
“Hmm, nanti bisa pakai hape bunda saja dulu.”
“Tapiii, Bun….”
“Belum waktunya, Nduk. Masih bisa komunikasi dengan cara lain.”
***
Mungkin tidak sedikit yang menganggap saya sebagai ibu yang ketinggalan zaman. Tidak memberikan ponsel ke anak katanya tidak mengikuti trend. Bahkan katanya juga membatasi anak dalam memahami teknologi.
Apakah saya kemudian luluh dengan kalimat seperti itu? Oh, tidak!
Mengapa? Karena sejak kecil memang kami sudah mengenalkan yang namanya laptop ke anak. Dengan laptop anak belajar bernyanyi, belajar bahasa Inggris, bahkan belajar alfabet dan angka dari video anak-anak yang ditayangkan di Youtube.
Jadi, sebenarnya teknologi sudah didekatkan sejak dini. Namun, tentu ada batasannya. Jika kemudian teman-teman melihat anak saya bermain hape di saat saya sedang seminar, menulis di laptop atau sedang bepergian, itu karena benar-benar kondisinya membutuhkan untuk terjadi demikian.
“Ah, Bun. Kan bisa perjalanan tanpa ponsel.”
Yang julid seperti ini banyak. Namun, kembali lagi bahwa setiap keluarga punya cara untuk memberikan edukasi kepada anaknya. Ada kalanya ponsel sama sekali tidak boleh, kok. Jadi, perlu tabayyun dulu sebelum menuduh supaya tidak berdosa salah tuduh, hehe.
Lalu, kasus ketika anak minta ponsel sendiri, tidak nebeng lagi ke ponsel bunda, itu banyak pertimbangan pastinya buat kami. Tidak pernah kami mau memberikan apa saja yang anak minta. Bukan karena tidak punya uang. Banyak uang saja, kami tetap membatasi. Kalau pun memang mau punya ponsel sendiri, menabung sejak dini sampai uangnya cukup, orang tua tidak akan menambah atau mengurangi.
Alasan kami tidak memberikan ponsel, antara lain:
Masih Kelas 4 SD
Meski di tempat bimbingan anak saya menggunakan ponsel mengerjakan soal-soal Racing atau Kuis, bukan berarti harus dibelikan ponsel. Bisa pakai ponsel ayah atau bunda. Kami memberikan waktu untuk itu di mana ponsel kami bisa dipakai.
Anak kelas 4 SD masih terlalu berisiko. Namun, ada kalanya si sulung ingin menggambar atau mengerjakan soal-soal Cryptarithm, maka saya memberikan kesempatan pakai TAPI lagi-lagi dengan batasan jelas. Dan anak kami memahami itu sebagai sebuah kesepakatan bersama.
Belum Punya Uang Sendiri Beli Kuota Internet
Anak saya memang jualan, tetapi hasil jualannya ditabung kembali untuk keperluan sekolah. Biasanya bisa belanja selain keperluan sekolah tetapi itu bukan hal yang diijinkan berkali-kali. Bahkan untuk tumblr minum kesukaannya, bentuknya gemoy dan kekinian, itu dari keuntungan jualannya sendiri.
Nah, untuk membeli kuota ternyata memang harus dagang banyak juga. Padahal mood berjualan belum selalu ada. Makanya, jika belum sanggup berusaha maksimal, maka tidak diberikan dulu ponselnya. Kecuali bisa menghasilkan sendiri.
Mayoritas Temanny Ajak Main Game Saja
Dari cerita orang tua murid yang lain, kebanyakan teman kelas Salfa diberi ponsel hanya untuk bermain game. Nah, kami sendiri membatasi itu. Makanya saat ini kami memberikan kesempatan les tambahan karena beberapa soal harus dijawab pakai ponsel.
Jadi, kalau mau pakai ponsel, harus ada soal yang dijawab dulu sebelum melakukannya untuk hal lain, seperti chat dengan teman di WAG atau mabar dengan jenis games yang sudah kami seleksi terlebih dahulu.
***
Well, jangan pernah kita melupakan efek negatif dari ponsel. Selalu berikan batasan waktu sebelum akhirnya kebablasan. Sebab jika sudah kecanduan akan sangat repot untuk membuatnya kembali normal seperti semula.