“Mbaaak, ayo pakai bajunya. Tidak boleh kelihatan begitu di depan adik.” Suara saya agak memburu agar si kakak cepat bergerak.
“Iya, Bun. Tapi ‘kan gak apa-apa. Adik masih kecil juga, belum tahu.” Jawab anak saya sedikit menolak ketika diminta segera berpakaian.
“Lho, adik juga manusia. Punya daya ingat. Meski adik belum bisa bilang dengan lancar, adik sudah tahu membedakan beberapa benda dan kebiasaan.”
“Hmm…”
***
Si kakak memang seringkali mulai menjawab atau membalas setiap kalimat yang saya lontarkan. Baik itu berupa informasi, larangan bahkan perintah. Mungkin usianya sudah 10 tahun jadi makin kritis. Selalu bertanya berbagai hal dan membantah apa saja untuk kemudian saya jawab lebih kompleks.
Si kakak tidak akan terima satu kalimat saja keluar dari mulut saya. Sama halnya dengan perkara bahwa dia harus berpakaian di depan adik. Tidak boleh setengah telanjang apalagi full naked. Saya pun tidak mengira kalau si kakak bakalan sedikit protes dengan apa yang disampaikan padahal sejak TK sudah seringkali diinfo bahwa setelah mandi harus segera berpakaian.
Ya, namanya anak beranjak besar maka pemikirannya pun makin banyak. Bisa jadi kebiasaan segera berpakaian setelah mandi terdistraksi dengan aktivitas lain yang dilakukan sebelum mandi, seperti mengerjakan PR, lagi menonton video di Youtube atau mungkin sedang mabar dengan temannya.
Namun, bukan berarti anak tidak boleh berhenti diberitahu. Sudah tugas orang tua selalu mengingatkan yang terbaik hingga menjadi positive habits.
Lalu, apa yang saya lakukan ketika anak bertanya soal kondisi tak berpakaian di depan adik yang masih kecil? Maka saya kemudian:
Menjelaskan Kembali Soal Batasan Aurat
Anak usia 10 tahun memang belum baligh. Namun, pengetahuan dasar soal agama setidaknya sudah dipegang sejak balita. Nah, kebetulan si kakak berjilbab jika keluar rumah dan ke sekolah maka saya mengingatkan bahwa batasan aurat pun ada di dalam rumah.
Si kakak tidak boleh seenaknya memperlihatkan anggota tubuh yang selama ini ditutupi pakaian dengan orang rumah meski itu ayah bunda dan adik. Kecuali jika memang ada kondisi tertentu yang menyertainya seperti sakit dan akhirnya harus dibantu.
Dari situ si kakak akan paham bahwa meski di rumah, berpakaian itu tetap harus. Jika pun mau berpakaian minim, itu juga ada batasanya. Tidak serta merta hanya pakai kaos dalam dan celana dalam saja.
Beda Jenis Kelamin sehingga Harus Tahu Batasan
Si kakak perlu tahu bahwa meski adiknya itu masih 2 tahun, tetap saja kalau adiknya berbeda jenis kelamin dengannya. Si kakak perempuan dan si adik laki-laki. Jadi, tetap harus tahu batasan yang bisa terlihat satu sama lain.
“Kan saudara kandung bisa lihat aurat kita.”
Ya, memang sih tetapi bukan berarti bahwa bebas mengumbar bagian vital juga dan jika diajari sejak dini jadi makin paham bahwa laki-laki dan perempuan itu berbeda.
Ciptakan Rasa Malu yang Seharusnya
Terkadang saya melihat ada anak teman-teman yang meski sudah usia kelas 6 SD tapi masih dibiarkan untuk memakai pakaian terbuka di dalam dan luar rumah. Memang sih bukan urusan saya yang harus mengajarkan tetapi setidaknya jadi pelajaran buat diri bahwa anak-anak harus dibiasakan punya rasa malu dan ditempatkan pada tempat yang tepat.
Tidak kemudian malu yang akhirnya tidak mau bertegur sapa dengan orang lain atau bahkan mengurung diri dari pergaulan. Bukan! Bukan itu maksudnya. Malu di sini setidaknya ada perasaan risih ketika berpakaian terlalu minim dan dilihat oleh banyak orang.
***
Well, pertanyaan seperti ini memang akan muncul sesekali atau bahkan berkali-kali ketika anak beranjak dewasa. Jawab dengan pelan dan tetap dengan bahasa sederhana awalnya.